Kamis, 21 Mei 2009

PENDIDIKAN BERORIENTASI KARAKTER

Pendidikan Berorientasi Karakter
"Hendaklah kalian khawatir akan meninggalkan anak keturunan yang lemah, yang hidup sesudah kalian" (QS.An-Nisaa,4:9)

"Bersegeralah dalam mendidik anak sebelum kesibukanmu melalaikanmu, karena sesungguhnya apabila anakmu telah berumur dewasa dan telah berakal (tapi tidak berpendidikan-berakhlaq), dia akan menyibukkan hatimu (dengan keburukan"(Hikmah)

"Didiklah anak-anakmu, sesungguhnya mereka itu dijadikan untuk menghadapi masa yang lain dari masa kamu ini"(Ali bin Abi Thalib)


PENDIDIKAN adalah tanggung jawab bersama. Setiap kita bertanggung jawab terhadap pendidikan bangsa ini. Tidak hanya bagi mereka yang terjun di lembaga pendidikan formal seperti guru, dosen dan sebagainya, tapi semuanya. Pemahaman ini yang harus tertanam terlebih dahulu.
Pendidikan tidak sama dengan sekolah. Cakupannya luas tak terbatas .Sekolah hanya satu bagian kecil dari sarana pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan tidak hanya terpaku pada transfer materi dari guru ke murid. Pendidikan harus utuh dan menyeluruh, meliputi semua aspek dalam kehidupan seorang muslim. Pendidikan harus berorientasi pada terbentuknya individu-individu yang memiliki karakter /jati diri (kepribadian) yang syaamil (lengkap, utuh - menyeluruh). Kepribadian yang utuh dan menyeluruh inilah yang saat ini tengah hilang dari kehidupan muslim.
Seorang pemikir Islam sekaligus juru bicara gerakan Ikhwanul Muslimin di dunia barat bernama Asy-Syaikh Kamal Halbawy pernah mengutarakan hasil pengamatannya terhadap kondisi umat Islam di penghujung abad 20 menjelang memasuki abad 21. Salah satu di antara tujuh fenomena yang digarisbawahi olehnya ialah Dhoyya al-Hawiyyah al Humayyizah (hilangnya kepribadian istimewa) di kalangan kaum muslimin.Ia berpendapat bahwa di era globalisasi ini sebagian kaum muslimin tidak utuh dalam menampilkan karakter (kepribadian) Islam. Misalnya terkadang seorang muslim begitu getol memperhatikan akhlak bagi hatinya namun mengabaikan akhlak bagi pemikirannya. Atau dalam sektor kehidupan manusia, seorang muslim sangat peduli terhadap akhlak ekonomi namun lemah dalam akhlak politik. Begitulah, berbagai ketimpangan melanda kehidupan kaum muslimin saat ini, sehingga apa yang ada pada masa dahulu menjadi keistimewaan penampilan kaum muslimin, maka hari ini sangat langka ditemui. Pada masa dahulu keistimewaan kepribadian seorang muslim cukup ampuh mempengaruhi manusia sehingga menjadi salah satu sebab masuk Islamnya bangsa lain. Sekarang ?
Inilah yang harus dicermati saat ini. Apa yang keliru dengan pendidikan kita selama ini ?
HAKIKAT PENDIDIKAN (SEHARUSNYA) MEMBENTUK KARAKTER
Pendidikan harus berorientasi kepada terbentuknya karakter (kepribadian/jatidiri). Setiap tahapan pendidikan dievaluasi dan dipantau dengan saksama sehingga menjadi jelas apa yang menjadi potensi positif seseorang yang harus dikembangkan dan apa yang menjadi faktor negatif seseorang yang perlu disikapi.
Akar dari karakter ada dalam cara berfikir dan cara merasa seseorang. Ini merupakan struktur kepribadian yang natural dan memang sudah menjadi sunatullah. Sebagaimana diketahui, manusia terdiri dari tiga unsur pembangun yaitu hatinya (bagaimana ia merasa), fikirannya (bagaimana ia berfikir) dan fisiknya (bagaimana ia bersikap). Oleh karena itu , langkah �langkah untuk membentuk atau merubah karakter juga harus dilakukan dengan menyentuh dan melibatkan unsur-unsur tersebut.

PENDIDIKAN ------> MEMBANGUN KARAKTER (JATIDIRI/KEPRIBADIAN)
Skema 1. Hakikat Pendidikan
Proses pembentukan itu sendiri tidak berjalan seadanya, namun ada kaidah-kaidah tertentu yang harus diperhatikan. Anis Matta dalam �Membentuk karakter Muslim� menyebutkan beberapa kaidah pembentukan karakter sebagai berikut :
1. Kaidah kebertahapan
Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara bertahap. Orang tidak bisa dituntut untuk berubah sesuai yang diinginkan secara tiba-tiba dan instant. Namun ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan sabar dan tidak terburu-buru. Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan pada hasil. Proses pendidikan adalah lama namun hasilnya paten.
2. Kaidah kesinambungan
Seberapa pun kecilnya porsi latihan, yang penting bukanlah di situ, tapi pada kesinambungannya. Proses yang berkesinambungan inilah yang nantinya membentuk rasa dan warna berfikir seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi karakter pribadinya yang khas.
3. Kaidah momentum
Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan, dan sebagainya.
4. Kaidah motivasi instrinsik
Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar-benar lahir dari dalam diri sendiri. Jadi, proses �merasakan sendiri�, �melakukan sendiri� adalah penting. Hal ini sesuai dengan kaidah umum bahwa mencoba sesuatu akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan sendiri dengan yang hanya dilihat atau diperdengarkan saja. Pendidikan harus menanamkan motivasi/keinginan yang kuat dan �lurus� serta melibatkan aksi fisik yang nyata.
5. Kaidah pembimbingan
Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing. Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan seseorang.
Guru/pembimbing juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat �curhat� dan sarana tukar pikiran bagi muridnya.

Kaidah-kaidah pembentukan tersebut di atas diterapkan ke dalam proses pendidikan sebagai berikut :

INFORMASI MASUK ----- TEREKAM DALAM MEMORI
!
FAHAM
!
MANAJEMEN AKTIVITAS ---- PEMBIASAAN, PENGULANGAN, REWARD, PUNNISHMENT
!
KEBIASAAN
!
KARAKTER

Gb.2. Proses Pendidikan

Kaidah kebertahapan dan kesinambungan menjiwai keseluruhan proses pendidikan, baik jenjang secara umum (jenjang tingkat dasar,menengah dan atas) maupun proses di tiap jenjang tersebut. Kaidah momentum berkaitan dengan kretaifitas guru/pembimbing dalam memodifikasi setiap moment menjadi lebih bermakna untuk pembentukan pribadi. Kaidah motivasi instrinsik lebih bermain di tahapan �informasi masuk� dan proses �pemahaman�. Bagaimana informasi itu diolah dan ditampilkan sehingga membuat seseorang menjadi faham dan mau melakukan sesuatu dengan sukarela. Kaidah pembimbingan bermain banyak di tahap �manajemen aktivitas�, penyikapan terhadap pemberian reward dan punishment dan evaluasi terhadap proses tersebut. Bagaimana seorang guru/pembimbing memantau proses pembiasaan dan pengulangan terhadap pembentukan karakter tertentu. Proses pendidikan tersebut jelas menggambarkan tujuan akhir pendidikan yaitu membentuk karakter/jadtidiri atau kepribadian.

ASPEK PENDIDIKAN
Karakter/jati diri seorang muslim yang diinginkan yaitu karakter/kepribadian yang lengkap, utuh dan menyeluruh. Oleh karena itu pendidikan harus melibatkan dan mendayagunakan seluruh aspek potensi manusia dari semua lini. Berikut adalah aspek-aspek pendidikan tersebut :

1. Pendidikan agama (keimanan, aqidah)
Merupakan pondasi bangunan karakter (kepribadian) seorang muslim.
Pendidikan agama mutlak diperlukan karena ia akan menjadi motivasi terdalam dari sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan keimanan ini dapat ditempuh dengan berbagai cara dan metode.
2. Pendidikan ibadah
Ibadah biasanya terkait dengan kegiatan khusus yang memiliki aturan dan tata laksana tertentu yang sudah mutlak. Pemantauan terhadap pendidikan ibadah ini akan membentuk seseorang menjadi lebih disiplin dan tertib.
3. Pendidikan akhlak
Pendidikan yang mengutamakan terhadap sikap nyata seseorang dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Pembentukan akhlak tidaklah mudah. Ia memerlukan proses yang lama sekali. Namun hasilnya akan mantap apabila dipantau dengan baik.
4. Pendidikan akal/daya fikir
Mengutamakan terbentuknya keahlian intelekual seseorang. Bagaimana seseorang lihai menggunakan akal dan fikirannya untuk kemajuan,
5. Pendidikan sosial kemasyarakatan
Membentuk seseorang menjadi bersifat social, Bisa bergaul dengan berbagai macam tipe orang dan memiliki cukup empathi dan mampu membagi cintanya bagi orang-orang di sekitarnya.
6. Pendidikan Jasad/fisik
Seorang muslim selain memiliki keimanan yang kuat, akal yang cerdas juga harus ditopang dengan fisik yang kuat.
7. Pendidikan kejiwaan/mental
Seorang muslim yang tangguh juga harus memiliki jiwa atau mental membaja yang tidak pernah jatuh oleh hal-hal yang remeh atau cengeng menghadapi berbagai cobaaan hidup. Pendidikan kejiwaan / metal yang tangguh akan melahirkan individu-individu yang tangguh dan tak pernah mendramatisir keadaan.
8. Pendidikan perbuatan/amal
Ilmu yang banyak tidaklah berarti tanpa diamalkan. Oleh sebab itu, individu muslim harus dilatih bisa dan biasa beramal.

Proses pendidikan seharusnya menyeluruh dalam arti meliputi semua aspek di atas dan terpadu dalam arti adanya keterlibatan/kerjasama semua pihak, dirinya, orang terdekatnya (orang tua, teman, dan sebagainya), lingkungannya. Semuanya ikut memantau dan mengevaluasi perkembangan seorang individu.
Inilah yang belum ada dalam proses pendidikan selama ini. Proses pendidikan selama ini terfokus sporadis dan tak punya target khusus. Semuanya asal gugur kewajiban. Tak heran bila hasilnya pun asal saja. Tidak memiliki karakter khusus, karena memang tidak ditargetkan dan tak dievaluasi secara kontinue dari awal.


Penutup
Pendidikan memerlukan proses lama, sangat berliku karena melibatkan unsur manusia yang lengkap dengan semua sisi kemanusiaannya, namun hasilnya paten. Indonesia memerlukan individu-individu yang berkarakter dan memiliki jati diri yang khas sebagai seorang muslim. Dia berinteraksi positif dengan lingkungannya, berbaur tapi tidak lebur. Dia bisa mewarnai lingkungannya dengan nilai-nilai positif yang membangun.
Pendidikan bukanlah segala-galanya, namun segala-galanya bisa diraih hanya dengan pendidikan! ***


Daftar Pustaka
1. Hafizh, Muhammad Nur Abdul. Mendidik Anak Bersama Rasulullah.Jakarta: Al Bayan, 2000.
2. Makalah Saresehan Pendidikan Ibu dan Anak. Al Ukhuwah, Bandung, 2000.
3. Matta, Anis. Membentuk Karakter Muslim. Jakarta : Shout Al Haq Press,2001.
Selengkapnya...

Kamis, 14 Mei 2009

PERANAN IBU DALAM MENDIDIK ANAK

Setelah anaknya dididik dan diajarkan akan hakekat keimanan dan diajarkan pula tentang Al-Quran barulah dididik akhlaqulkarimah agar kelak menginjak dewasa ia mampu berlaku jujur dan bersifat amanah, tidak menjadi pembohong dan pendusta.

Pendidikan seperti inilah yang ditanamkan oleh Rasulullah esemenjak kecil yang terrefleksi dalam sabdanya: "
"Dari Abu Hurairoh r.a. Rasulullah Saw bersabda: " Barang siapa yang berkata kepada anaknya kesinilah akan kuberikan sesuatu kemudian, kemudian dia tidak memberikan maka dia dusta".


Iqbal pernah berkata: "Betapa banyak wanita-wanita desa yang tidak mampu membaca dan menulis mampu melahirkan mujahid-mujahid agung yang mengukir sejarah di pentas dunia."

Betapa indahnya dunia ini, jika kaum wanita mengerti hakekat dirinya, sebagai seorang hamba Allah yang sholehah yang dari tangannya dan belaian kasih sayangnya mampu melahirkan generasi-generasi robbani yang mereka tidak takut akan celaan orang yang mencela. Dan dari kasih sayangnya lahirlah manusia-manusia pijar yang siap mengemban amanat dakwah walau orang-orang bodoh selalu mencelanya, tetapi dengan segala ketawadlu'annya ia hadapi dan terima celaan itu dengan senyuman sambil mengucapkan nada dan kalimat keselamatan bagi mereka.

Sungguh benarlah sebuah ungkapan:
"sebuah negara ditentukan oleh baik dan buruknya seorang wanita, jika wanitanya baik maka baik pulalah negara itu, tapi sebaliknya jika wanitanya rusak maka rusak pulalah negeri itu."

Saat ini dunia menangis melihat dekadensi moral yang merajalela, penyakit-penyakit berbahaya bermunculan bagai benih yang ditabur di musim penghujan. Tiada hari yang kita lewati dan saksikan kecuali diiringi perasaan pilu yang menyayat hati. Berita-berita sedih mengenaskan menghiasi surat kabar-surat kabar. Jauh diujung sana terdengar pekikan dan jeritan wanita ditindas tanpa mampu berbuat apa-apa, wanita-wanita tidak sungkan lagi membuka perhiasannya yang mestinya hanya pantas diperlihatkan kepada suaminya, anak-anak tidak pernah lagi merasakan belaian kasih sayang ibunya, sejak mereka lahir air susu yang diminumnya telah diganti dengan susu sapi dan kerbau.

Perasaan cinta yang diikat dengan benang keimanan hambar tiada terasa karena peran seorang ibu yang Allah ciptakan perasaan cinta dan rindu akan tangisan bayi telah di ganti peranannya oleh baby sister. Adakah dari wanita seperti dapat di harapkan mampu melahirkan manusia-manusia pijar yang berakhlaqulkarimah? Tentulah tidak! Bagaimana mungkin wanita yang tidak bermoral, tidak mengerti akan tanggungjawab dan kewajiban seorang hamba dan dalam dirinya tidak di temukan setitik keimananpun mampu mengukir dunia deengan kasih sayang dan perasaan cinta yang di milikinya?

Wanita muslimah bukanlah orang yang cinta pada dunia dan bukan pula orang yang uzlah dari dunia. tapi mereka adalah orang yang mampu mengimbangkan antara hak dan kewajiban, antara tanggung jawab dan peraasaan pribadi. Mereka adalah orang yang lebih mementingkan akhirat, karena mereka tahu dan yakin bahwa dunia hanya sekedar jalan untuk mencapai predikat yang tinggi yaitu MARDHOTILLAH "

Bercermin dari istri-istri generasi pertama Islam dan salafussholeh dalam mendidik putra-putra mereka dan tanggung jawab terhadap suami dan keluarga, adalah suatu cerminan yang harus dicermini oleh wanita-wanita muslimah, karena putra-putra merekalah yang membanngun dunia ini saat posisi dunia tidak ada kestabilan dan keseimbangan.

Seorang muslimah yang tahu tanggungjawwab, sebagai ratu dalam rumah tangganya dan menjadi ibu bagi anak-anaknya serta sebagai istri yang sholehah dari suaminya, tentu akan lebih memprioritaskan rumahtangganya di banding tugas-tugas lainnya. Dia didik anak semenjak kecil dia belai dengan kasih sayang dan cinta, ia susui anaknya dengan kelemahlembutan yang dimilikinya, karena dia tahu air susunya adalah sumber kehidupan bagi anaknya, dia tahu air susunya lebih jernih di banding air susu buatan pabrik.Tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah terjalinyya hubungan batin antara ibu dan anak, yang jalinan itu mampu menumbuhkan cinta dan rindu diantara mereka.

Sejak anaknya mulai tumbuh dan berkembang, dia perhatikan kesehatan badannya agar jangan sampai sakit, ia jaga pendidikan anaknya dengan di bekali iman dan taqwa agar jangan sampai terjerumus kelembah maksit, karena dia tahu tarbiyah imaniyah dan ta'limulquran harus lebih di dahulukan daripada yang lainnya.Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya : "Dari Jundub binAbdullah berkata: Kami bersama Nabi Saw dan bersama kami dua anak laki-laki yang menginjak dewasa diajarkan kepada kami iman sebelum kami belajar Al-Quran kemudian diajarkan Al-Quran untuk menambah keimanan".

Sertelah anaknya dididik dan diajarkan akan hakekat keimanan dan diajarkan pula tenteng Al-Quran barulah dididik akhlaqulkarimah agar kelak menginjak dewasa ia mampu berlaku jujur dan bersifat amanah, tidak menjadi pembohong dan pendusta. Pendidikan seperti inilah yang ditanamkan oleh Rasulullah SAW semenjak kecil yang terrefleksi dalam sabdanya:
Artinya : "Dari Abu Hurairoh r.a. Rasulullah Saw bersabda: " Barang diapa yang berkata kepada anaknya kesinilah, akan kuberikan sesuatu kemudian, kemudian dia tidak memberikan maka dia dusta".

Dalam hadist yang lain di sebutkan:
Artinya : "Dari Abdillah bin Mas'ud r.a. Rasulullah Saw bersabda: " Hendaklah kalian jangan berbuat bohong karena kebohongan tidak di perkenankan di dalam kesungguhan dan tidak dalam bergurau, dan janganlah kamu memanggil anak kecil kemudian tidak menepati janji kepadanya".

Jika anak sejak kecil, di tanamkan sifat jujur dan keikhlassan maka dalam perjalanannya akan tampillah menjadi orang yang sederhana, teguh memegang prinsip, tidak tergoyahkan oleh kepalsuan dan berita-berita fasiq yang datang silih berganti serta segenap rayuan syetan yang menggoda.

Ketika keimanan telah menancap dalam jiwa anak di iringi dengan keikhlasan, kejujuran, ketabahan dan kesabaran tumbuhlah ia dalam ketenangan dan kejernihan hati serta keluasan cakkrawala berfikir yang kemudian kelak mampu menjadi penopang hidupnya saat ia mengembara menelusuri dunia ini. Modal telah di miliki nya, kebesaran Allah telah manjelma dalam jiwanya, hatinya telah dicuci dan disirami oleh ibunya dengan kalam samawi dengan untaian kata dan kalimat berupa nasehat yang mengalir dari bibirnya yang tiada pernah lepas dari berzikikr kepada Allah Azza wa Jalla.

Wanita-wanita inilah yang mampu merubah wajah dunia kemudian menghiasinya dengan akhlaq-akhlaq mulia melalui anak yang dilahirkannya. Dalam kelembutan tangannya tersimpan segala rahasia dan keagungan. Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada wanita muslimah sifat lemah lembut dan kasih sayang serta kesabaran dalam menderita.

Dengan kelembutannya ini mampu meredakan amarah suaminya saat suaminya dilanda nafsu amarah yang berkobar-kobar, kemarahan yang bisa membawa malapetaka bagi rumah tangga jika sang istri tidak mampu mengendalikan emosi, dengan kasih sarang yang didasari perasaan cinta, sang istri mampu manenangkan suaminya, saat suaminya mengalami konflik batin. Bukankah itu telah di contohkan Khodijah r.a. empat tokoh wanita terbaik yang pernah hadir dalam pentas sejarah dunia sekaligus istri Rasulullah Saw.

Kisah keagungan wanita yang tersimpan rapi dalam hazanah Islam dan tidak akan pernah terlupakan oleh zaman dan waktu. Di awali saat kepulangan Rasulullah Saw di kala beliau pertama kali menerima wahyu di gua Hira' ketika suasana hati Rasulullah di landa kekalutan dan kekacauan beliau datang menemui Khodijah seraya berkata
"Selimutilah aku, selimutilah aku, dengan kasih sayang Khodijah menyelimuti suaminya hingga hilang rasa takutnya . Kemudian Rasulullah Saw bertanya :" Wahai Khodijah apa yang terjadi atas diriku? di ceritakannya sebuah kabar kepada Khodijah sambil berkata:" Aku takut suatu hal akan menimpa diriku". Dengan kelembutannya khotijah berrkata: Janganlah takut namun bergembiralah. Demi Allah, tidak mungkin Allah akan menghinakanmu. Demi Allah engkau adalah orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, engkau selalu berkata benar, engkau selalu membbantu mereka yang membutuhkan dan memuliakan tamu serta engkaulah yang selalu menolong orang yang kena musibah".

Khodijah seorang wanita yang dianugrahi kelebihan dan kebesaran. Saat suaminya di timpa musibah, ia ikut merasakan penderitaan suaminya, dibesarkan hatinya dengan segala kebaikan yangdilakukannya agar mampu menenangkan hati sang suami. Kebesaran wanita inilah yang di gambarkan Ibnu Hisyam dalam sirohnya:" Sesungguhnya Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasulullah, serta membenarkan semua yang datang dari Allah. Dialah yang selalu membantu Rasulullah dalam menjalankan urusannnya dan membenarkan risalahnya di saat orang lain mendustakannya. Maka Allah meringankan Rasulullah dengan adanya Khodijah. Rasulullah tak pernah mendapatkan dari diri Khadijah sesuatu yang dibencinya saat orang lain menolak dakwahnya dan mendustakan dirinya, yang hal ini akan menambah diri Rasulullah sedih, kecuali Allah menghilangkan penderitaannya saat beliau kembali ke Khodijah. Dikuatkkan hati Rasulullah, diringankan penderitaannya, dibenarkan seluruh ucapannya dan di bantunya Rasulullah dalam menjalankan urusannya dengan manusia.

Dan bukankah hal itu pula yang telah di contohkan oleh Ummu Salamah, saat kematian anak yang di cintainya, sedangkan Abu Tholhah sedang bepergian. dia berpesan kepada keluarganya jangan engkau ceritakan kepada Abu Tholhah akan kematian anaknya sampai saya sendiri yang akan menceritakannya. Ketika suaminya pulang, Ummu Salamah menyambut suaminya dengan mesra, diajaknya suaminya makan bersama dia percantik dirinya dengan tutur bahasa yang indah dan manis. Ketika di lihat suaminya tenang dan kenyang dengan lemah lembut Ummu Salamah bertanya: " Wahai Aba Tholhah bagaimanakah pendapatmu jika ada suatu kaum menitipkan kepada ahlubaitmu barang, kemudian mereka meminta kembali titipannya, adakah kamu melarangnya?. Abu Tholhah menjawab: " Tentu tidak". Kemudian Ummu Salama berkata: " Begitu pula yang terjadi dan menimpa anakmu".

Harapan dan cita-cita kiranya wanita muslimah saat ini mampu mencontoh mereka, bagaimana kebesran jiwa dan ketabahan mereka dalam menderita, serta keikhlasan mereka dalam berjuang mengemban amanat da'wah yang dipikulkan di atas pundak-pundak mereka, dan mewariskan itu semua kepada generasi penerus.
Medan dakwah semakin luas, pendidikan yang di terima kaum muslimih saat ini dari perguruan-perguruan tinggi hendaklah mampu dijadikan modal dasar utuk melangkah agar dalam perjalanan mencari ilmu yang di dapatkan tidak terbuang percuma.

Mengakhiri tulisan ini adalah suatu harapan dan cita-cita apabila kita mampu memilih dan meniti perjalanan Rasul, Shohabat dan Salafus Sholeh yang telah mangajarkan kepada kita, tentang hakekat hidup dalam mencapai cita-cita yang luhur sebagaimana keluhuran mereka dalam beramal, berfikir, bertindak dan melangkah untuk sampai kepada kalimat pendek tetapi mencakup hidup dan mati kita " Rodhiallahuanhum wa rodhuanhu", jika hal itu bisa kita dapatkan dengan usaha yang maksimal. Maka tidak ada artinya tajamnya mata pedang, siksaan, pengusiran dan segunung rintangan, semua itu akan dihadapi dengan senyum kemenangan walau terkadang harus mati di tiang gantungan.

Wanita muslimah saat ini dituntut untuk mampu melahirkan generasi seperti itu. Adalah harapan kita semua jika dari rahim-rahim wanita muslimah lahir generasi-generasi Rabbani dan Ghuroba'yang telah ditanamkan dalam jiwa mereka tentang keimanan, ketaqwaan serta sifat ihsan agar mampu memikul tanggung jawab yang semakkin berat, yang saat ini tidak mampu dipikul oleh orang tua - orang tua mereka semacam ini, kita serahkan semuanya Allah Swt Sebagai Pemegang tampuk kekuasaan yang tiada batasnya. Kepada-Nya kiranya diserahkan apa yang ada pada diri kita, kepunyaan-Nyalah apa yang kita miliki, dan apa yang kita miliki hanya sekedar titipan dan amanat dari-Nya, Allah Swt.
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media

Selengkapnya...